Senin, 07 Februari 2011

Pura Ulun Kulkul Besakih



2.1 Pengertian Pura
            Istilah Pura di Bali dipergunakan sebagai tempat pemujaasn umat Hindu. Diperkirakan pada zaman Dalem berkuasa di Bali. Sebelum dikenal istilah Pura, untuk menunjukan tempat pemujaan Hindu di Bali dikenal dengan istilah Kahyangan atau Hayng. Bahkan pada zman Bali Kuno dipakai istilah “Ulon” yang berarti tempat suci atau tempat yang dipakai untuk berhubungan dengan Tuhan. Hal ini dimuat dalam Prasasti Sukawana Al th 882 M. Demikian juga Prasasti Pura Kehen menyebutkan istilah Hyang. Menurut Lontar Usana Dewa Empu Kuturanlah yang mengajarkan umat Hindu di Bali membuat Kahyangan seperti cara membuat pemujaan Dewa di Jawa Timur Empu Kuturan adalah tokoh Hinduyang berasal dari Jawa datang ke Bali pada waktu pemerintahan Raja Marakata dan Anak Wungsu Putra Raja Udayana.
            Kedatangan Empu Kuturan ke Bali banyak membawa perubahan-perubahan tat keagamaan, Empu Kuturanlah yang mengajarkan membuat Sad Kahyangan Jagat, Kahyangan Catur Loka Pala, Kahyangan Rwabhineda di Bali. Dan beliaulah yang memperbesar Pura Besakih dan mendirkan Pelinggih Meru, Gedong dan lain-lainnya. Beliau pula yang mengajarkan pendirian Kahyangan tiga di setiap Desa Adat di Bali. Selain beliau mengajarkan pembuatan secara spiritual seperti jenis-jenis upacara, jenis-jenis pedagingan yang diuraikan dalam Lontar Dewa Tatwa.
            Sebelum Dinasti Dalem memerintah di Bali Istana Raja disebut dengan Kedaton/Keraton. Setelah zaman Dalem iastana raja disebut “Pura”. Hal ini disebabkan karena menurut Negara Kertagama 73.3 menyebutkan bahwa apa yang berlaku di Majapahit diperlakukan pula di Pulau Bali oleh Dinasti Dalem. Demikianlah Keraton Gelgel di Samprangan disebut Unggrsa Pura Keraton Dalem Gelgel disebut suwaca Pura dan Keraton Dalem di Klungkung disebut Semarapura.
            Setelah Dalem berkeraton di Klungkung atau Semarapura istilah Pura mulai dipakai untuk tempat suci pemujaan. Sedangkan istilah untuk tempat para Raja digunakan istilah Puri. Demikianlah istilah Pura yang sampai sekarang masih digunakan sebagai stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam berbagai bentuk manifestasinya.

2.2 Jenis-Jenis Pura
            Pura merupakan tempat suci umat Hindu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam Prabhawanya (manifestasinya) atau atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur) dengan sarana Yadnya sebagai perwujudan dari Tri Marga oleh karena itu menurut fungsinya pura digolongkan menjadi 2 yaitu :
  1. Pura Jagat yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam segala prabhawanya/manifestasinya.
  2. Pura Kawitan yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Atma Sidha Deawata/Roh Suci Leluhur.
Berdasarkan karakter dan fungsi masing-masing pura itu maka dapat digolongkan menjadi 4 bagian yaitu :
  1. Pura Kahyang Jagat/Pura Umum
Pura ini merupakan tempat pemujaan Ida Sang Hyan Widhi Wasa/Tuhan dalam segala manifestasinya. Pura ini dapat dipuja oleh seluruh umat Hindu dari berbagai kalangan sehingga Pura ini disebut Pura Kahyangan Jagat. Seperti Pura Agung Besakih, Pura Batur, Pura Lempuyang, Pura Goa Lawah, dll.
  1. Pura Kahyang Desa/teritoriaf
Pura ini mempunyai ciri kesatuan wilayah sebagai tempat pemujaan suatu masyarakat Desa/Banjar dimana pura ini disungsung oleh Desa Adat setempat seperti : Kahyangan tiga (Pura Puseh, desa, Dalem).
  1. Pura Swagina/Fungsional
Pura ini merupakan yang penyiwinya terikat oleh kekaryaannya karena memiliki profesi yang sama dalam sistem mata pencahanan hidup seperti bertani, berdagang, nelayan. Bagi para petani sawah/tanah memiliki tempat pemujaan yang disebut Empelan/Bedugul, pura yang ada hubungannya dengan persawahan adalah Pura Ulun Carik, dan bagi petani yang mengolah tanah kering/tegalan juga memiliki tempat pemujaan yaitu Pura Alas Angker. Bagi para pedagang mempunyai tempat pemujaan yang berada di pasar disebut Pura Melanting sedangkan para nelayan tempat pemujaannya disebut Pura Segara.
  1. Pura Kawitan
Pura ini memiliki karakter yang ditentukan oleh adanya hubungan ikatan keluarga/leluhur berdasarkan garis keturunan. Pura ini juga disebut Pura Paibon atau Pedarman.
Berdasarkan hakekat Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan sifat-sifat Kemahakuasaan beliau yang secara konsepsional filosofis maka berdirilah Pura yaitu Pura Kahyangan Jagat. Pura Kahyangan Jagat ini diterapkan oleh Para Dang Guru seperti Empu Kuturan dan Dang Hyang Niratha. Karena bertitik tolak pada landasan konsepsional filosifis ini maka Pura Kahyangan Jagat dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu :

  1. Kahyangan yang berlandasan  pada konsepsi Rwebhineda
Pada hakekatnya konsepsi Rwebhineda adalah kesatuan dari Purusa dan Pradana. Konsepsi ini melandasi pendirian kahyangan gunung Agung sebagai Purusa dan Gunung Batur sebagai Predana. Mengenai hal ini mitologinya diuraikan dalam usaha Bali, dijelaskan bahwa Bhatara Pasupati di India membongkar Puncak Gunung Mahameru di India lalu dibawa ke Bali dengan kedua tangannya dipegang oleh tangan kiri menjadi Gunung Batur. Di gunung Agung berstana Dewa Mahadewa sedangkan di Pura Batur berstana Dewa Wisnu.

  1. Kahyangan yang berlandasakan Catur Lokapala
Catur Lokapala adalah kongkritisasi dari pada cadu sakti yaitu empat aspek kemahakuasaan tuhan. Konsepsi ini melandasi pendirian Kahyangan Catur Lokapala. Catur Lokapala ini terdiri dari :
    • Di Timur Pura Lempuyang
    • Di Barat Pura Batu Karu
    • Di Utara Pura Puncak Mangu
    • Di Selatan Pura Andakasa
  1. Kahyangan berdasarkan Konsepsi Sadwinayaka
Sadwinayaka adalah landasan pendiri Sad Kahyangan di Bali yang secara konsepsional terkait dengan Sada Krith. Adapun Sad Kahyangan berdasarkan Sadwinayaka adalah :
    • Kahyangan Gunung Agung
    •  Kahyangan Lempuyang Luhur
    • Kahyangan Goa Lawah
    • KAhyangan Ulu Watu
    • Kahyangan Batu Karu
    • Kahyangan Pusering Tasik di Pejeng

2.3 Keberadaan Pura Ulun Kul-kul
            Pura ini dibangun pada zaman Raja Sri Kesari Warmadewa, Isaka 835. pada mulanya pura ini merupakan tempat Kulkul (Kentongan). Karena pada pura ini terdapat Kentongan yang esar yang bahannya berasal dari kayu silingui, sehingga sampai sekarang diyakini sebagai asal mulanya adanya kulkul di Bali. Berdasarkan adanya konsep keyakinan seperti ini, maka setiap desa yang akan membuat Kulkul untuk di pura Kahyangan Tiga atau pura-pura yang dianggap umum oleh masyarakat, pada saat pemelapasan mohon tirta di Ulun Kulkul, adapun maksudnya agar kulkul tersebut mempunyai taksu, yakni ditaati oleh krama desa atau krama pengempon atau pengguna kulkul tersebut. Lebih lanjut pada zaman Raja Sri Kesari Warmadewa berkuasa, Pura Ulun Kulkul diyakini sebagai tempat melahirkan sebuah keadilan. Sehingga para pejabat yang ada pada saat itu dilakukan di pura ini. Secara konsep Catur Loka Pala, Sri Kesari Warmadewa membangun pura ini adalah untuk menstanakan Dewa Mahadewa, sesuai dengan arah mata angin yang terletak disebelah barat.
Pura Ulun Kulkul diempon oleh Krama Banjar Ulun Kulkul. Pembangunan fisik biayanya dibantu oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar.        
Adapun hari-hari piodalan /Aci yang dilaksanakan pada Pura Ulun Kul-kul ini yaitu :
a. Pada hari Saniscara kliwon Kuningan
b. Pada hari Tilem Ketiga, pada hari ini merupakan upacara pangurip gumi.
c. Pada hari Tilem Kawulu merupakan Upacara Aci Sarin yuhan.
d. Aci Pelabuhan ini dilaksanakan tiga hari sebelum Upacara Usaba Dalem Pun, sebelum ngembak Kori Tegal Penangsaran.
e. Usabe Nyemeng, pada Usabe ini upacara dipimpin oleh Sembilan Jero Pemangku.

2.4 Areal Pura Ulun Kulkul
            Pura Ulun Kulkul ini merupakan salah satu pura yang ada diantara komplek Pura Agung Besakih. Pura Ulun Kulkul ini merupakan pura yang terletak diluar area Pura Agung Besakih yaitu ditepi jalan menuju Pura Penataran Agung. Walaupun keberadaan Pura ini diluar area Pura Agung Besakih namun Pura ini memiliki suatu ikatan yang erat hubungannya dengan Pura Agung Besakih, hal itu terbukti dengan apabila dilaksanakannya upacara-upacara besar di Pura Agung Besakih maka Kul-kul yang terdapat di dalam Pura ini akan dibunyikan.
Hal itu menurut para ahli sejarah dan ahli agama berpendapat bahwa Dewa yang berstana di Pura Ulun Kulkul ini merupakan Dewa yang memiliki kedudukan tinggi diantara Dewa yang berkahyangan di Pura Agung Besakih. Nama daripad Pura Ulun Kulkul ini kemungkinan besar diambil dari nama kulkul yang terdapat di dalam pura itu yaitu disalah satu bangunan yaitu di Pelinggih Bale Agung. Dibangunan inilah yang sebuah kulkul besar disimpan. Dewa yang berstana di Pura Ulun Kulkul ini yaitu Dewa Mahadewa. Beliau distanakan dalam bangunan Gedong Simpen /Gedong Sari. Beliau menguasai arah Barat dengan memakai warna kuning.
Jika diperhatikan dengan seksama nama kul-kul itu di Bali sering diartikan sama dengan keamanan,sehingga Pura Kulkul ini dipercaya sebagai tempat untuk melaksanakan musyawarah apabila ada suatu permasalahan yang sulit diupecahkan maka disinilah maka disinilah tempatnya. Hal itulah yang menyebabkan Dewa yang ada di Pura Ulun Kul-kul ini dianggap sebagai dewa Keadilan.



2.5 Struktur dan Fungsi Pura Ulun Kul-kul
2.5.1 Struktur Pura Ulun Kul-kul
Keterang :
  1. Gedong Pesimpenan tempat memuja kebesaran Dewa Mahadewa
  2. Bale Papelik
  3. Genah tirta
  4. Penetegan
  5. Panggungan
  6. Panggungan
  7. Bale pesimpenan
  8. Bale Peringgitan
  9. Bale Kulkul : Pelinggih Pejenengan
  10. Bale Pegat
  11. Bale pasedegan
  12. Bale Pawedaaan
  13. Candi Bentar
  14. Patung Dawarpala/apilawang
  15. Wantilan
  16. Candi Bentar
2.5.2 Fungsi Pura Ulun Kul-kul
Pura Ulun Kul-kul ini terdiri dari dua bagian yaitu halaman muka dan halaman dalam. Pada halam muka terdapat Bale Pewaregan (dapur) dan halaman dalamnya dikelilingi oleh tembok-tembok dengan pintu masuk berupa candi yang menghadap keselatan sedangkan dalam jeroan terdapat :
-          Bale Papelik : bangunan bertiang empat beratap genteng bambu menghadap ke selatan tempat sajen.
-          Bale Papelik : bangunan bertiang empat beratap genteng bambu menghadap ke selatan tempat sajen
-          Gedong Simpen/Gedong Sari : Bangunan segi empat tertutup beratap ijuk bentuknya meruncing ke atas menghadap keselatan dipergunakan untuk sajen dan stana Dewa Mahadewa
-          Bale Pawedan : Bangunan yang bertiang delapan beratap ijuk menghadap ke utara tempat Pendeta duduk waktu memimpin suatu upacara.
-          Bale Kul-kul : Bangunan Tempat Kul-Kul
-       Bale Agung  : Bertiang delapan beratap genteng bambu ditengah-tengahnya tergantung kul-kul yang besar. Dahulu bangunan ini disebut Bale Kawas.




Jumat, 28 Januari 2011

Jenis Canang Banten


            1. Canang Genten
    Alasnya memakai sebuah ceper, taledan kecil, ituk-ituk atau yang sejenis dengan itu.  Diatasnya secara berturut-turut diisi perlengkapan berupa Plawa, porosan, wadah lengis/sampian uras sari, bunga, rampe/pandan harumdiiris-iris tipis, wangi-wangian, boreh miyik, minyak harum.
    Penggunaannya sebagai pelengkap tatandingan banten Segeha, Canang Merakadn lain sebagainya.

                2. Canang Burat Wangi Lenge Wangi
      Pada dasarnya sama dengan Canang Genten, hanya saja ditambahi lagi dua buah tangkih atau celemik masing-masing berisi Burat wangi dan Lenge Wangi.
      Penggunaanya : Pada hari-hari khusus pada purnama, Tilem, Saraswati dan juga merupakan pelengkap dalam tetandingan banten lainnya seperti Sasayut, Prayascita, Byakala dan lain sejenisnya.
      3.Canang Sari
            Alasnya memakai sebuah ceper, taledan atau bundaran yang pinggirnyadihiasi dengan Trikona         atau    plekir, diatasnya berisi Plawa, porosan, tebu, kekiping, pisang emas, beras kuning dialasaitangkih atau celemik, burat wangi dan lenge wangi,. Diatasnya diisi sampian uras sari, bunga, rampe, miyik-miyikan dan uang sesari.



        4. Canang Tubungan
        Pada dasarnya sama dengan canang Genten, hanya saja porosnya diganti dengan base tubungan.
        5. Canang Gantal
        Pada dasarnya sarana samadengan canang genten, hanya porosnya tersendiri dari 5,7,9 dan 11 buah lekesan yang diikat dengan tali porosan. Penggunaannya biasanya  menyertai canang tubungan.
        6. Cane atau Canang Rebog
        Alasnya memakai sebuah dulang kecil dihiasi dengan jaro dibuat dengan janur berkeliling. Ditengh-tenghnya ditancapkan sebuah batang pisang, disesuaikan dengan keinginan. Disekitar batang pisang, diisi perlengkapan seperti bija . air cendana , burat wangi,  yang masing-masing dialasi dengan  4 buah takir, /mangkuk kecil.  Selain itu juga berisi 4 buah kojong yang masing-masing berisi tembakau, pnang, lekesan, rokok/korek api. Pada batang pisang secara berkeliling dihiasi dengan bunga yang ditancapkan secara teratur hingga tampaknya menjadi indah. Pada bagian paling atas diisi Cili, paku pipid, rokok dn hiasan-hiasan lainnya.
        Penggunaannya : melengkapi upacara-upacara ang besar seperti  Melis dan juga pada rapat-rapat di Desa Pakraman.

        6. Canang pabersihan
        Alasnya memakai sebuah taledan , ceper, ditempeli dengan 7 (tujuh) buah tangkih, masing-masing berisi :
        -          Bahan Keramas seperti daun kembang  sepatu diiris-iris  atau kepala diparut.
        -          Sisig, jajan dibakar hingga gosong adalah alat untuk membersihan gigi.
        -          Kekosok  adalah tepung beras adalah alat untuk membersihkan kulit,
        -          Tepung Tawar,  dibuat dari daun dadap kunir dan beras basah  ditumbuk jadi satu,
        -          Asem berasal dari buah-buahan  yang rasanya asam , untuk pencui perut,
        -          Minyak, dilekatkan pada  pada kapas atau bunga, untuk minyak rambut,
        -          Bija adalah bers dicuci kemudian dicampur dengan air cendana.
        Penggunaannya : pad hari-hari purnama , tilem hari-hari raya lainnya dan juga sebagai pelengkap tetandingan  banten seperti banten byakala, sesyut-sessayut, prayascita dan lainsebagainya.

        7. Canang Pengrawos
        Alasnya memakai sebuah taledan  diatasnya berisi perlengkapan  tembakau, pinang gambir.m, kapur yang masing-masing ditempatkan pada sebuah kojong dan sirih beberapa lembar,
        Ada kalanya dilengkapi dengan rokok dan korek api. Diatasnya berisi  sebuah ceper berisi cendana, bija, minyak wangi dan bunga-bunga, yang harum, yang diletakkan pada sebuah tangkih.
                        Penggunaannya pada acara rapat , sangkepan paruman, Desa / banjar dan juga saran untuk memohon pentunjuk  pada lelihir /bhatara, pada tapakan, sadeg, balian, bila mempunyai pirasat atau akan melaksanakan yadnya.

        8. Canang Oyodan
        Alasnya memakai sebuah dulang, diatasnya berisi sebuah taledan diplekir/memakai trikona. Perlengkapannya terdiri dari pelawa,porosan, lenge wangi, burat wangi, tadah pawitra, yebu, pisang emas, kekiping, masing-masing dialasi dengan tangkih/kojong. Berikutnya dilengkapi dengan buah-buahan paling sedikit 5 jenis.
        Diatasnya dihiasi dengan bunga-bungaan yang ditusuk dengan lidi dan dilengkapi lagi dengan berbagai hiasan janur yang ditancapkan pada sebuah jeruk atau batang pisang.
        9. Canang Meraka
        Sebagai alasnya dipakai ceper, tamas atau sejenis engan itu. Perlengkapannya trdiri dari : Pisng, buah-buahan lainya, jajan dan sebuah smpyan Srikili yang memakai alas seperti kojong diberi hiasan sehingga menjadi indah bentuknya menyerupai kepet-kepetan, diatasnya diisi pelawa, porosan wadah lengis, bunga, rempe. Bila dibuat agak besar dengan raka-raka yang banyak, ini disebut Canang Gebogan, Pajegan atau canang tegeh.
        10. Canang Yasa
        Alasnya memakai sebuah ceper, taledan yang diplekir kemudian diatasnya diisis tadah sukla, kekiping, pisang emas, base tubungan 1, base tampelan 1, tembakau, burat wangi lenge wangi, yang masing-masing dialasi dengan sebuah tangkih atau kojong.
        Penggunaanya : pada upacar a Dewa Yadnya.

        11. Canang Agung
        Alasnya memakai sebauh ceper atau taledan. Diatasnya berisi perlengkapan beras 4 tangkih yang ditumbuk bersih (maseruh 11 kali), kemudian dicuci dengan air cendana, base tubungan 2 buah, base tampelan 4 buah, tada pawitra, pisang emas 4 buah.
        Penggunaannya : pada upacara Dewa yadnya dan apabila kekurangan suci canang ini dapat dipakai.
        12. Canang Paingkup
        Alasnya memakai takedan maƮtre kona/maplekir. Perlengkapannya teridiri dari kelapa gading, kelapa bulan, disertai dengan sarana-sarana berikut ini ,masing-masing dibuat 5 tangkih/kojong terdiri dari : tadahsukla, burat wangi lenge wangi, pisang emas, kekiping, bunga berwarna 9, daun cemara, naga sari, bunga sulasih, majagau, base tubungan, base tapelan, tembakau, asep cina,.
        Penggunaannya : dalam upacara Dewa Yadnya.

        13. Canang Pasesuluh
        Alasnya memakai sebuah taledan dibuat dari janur, perlengkapannya terdiri dari : burat wangi, lenge wangi dialasi dengan kojong/tangkih, berisi pelawa , daun kedapan naga sari, bunga. Pengguaannya : pada hari purnama, tilem, piodalan dn hari-hari raya lainnya.

        14. Canang Brakat
        Alasnya memakai tiga buah taledan, dibuat dari janur. Taledan paling bawah berisi : raka-raka dodol tumpi, kekiping, pisang emas, tadah sukla satu tangkih. Taledan ditengah berisi : daun bunga sulasih, 4 buah base tubungan, 5 buah base lekesan, leletan 4 buah, 2 buah base tampelan, 2 batang rokok berisi menyan. Taledan paling atas berisi : rerasmen 4 tangkih, daun kedapan naga sari, asep cina 2 batang, minyak kelapa/minyak wangi, menyan, dedes, burat wangi, bunga 5 warna, . penggunaannya : dalam upacara Bhuta Yadnya /Mecaru.





        Rabu, 26 Januari 2011

        Jenis Banten Kecil

             1. Pengertian Banten 
        Banten atau Upakara kecil adalah nama dari salah satu jenis banten yang dibuat dari sarana daun, bunga, buah dan air yang telah diolah sedemikian rupa kemudian diatur atau ditanding sehingga dapat digunakan sebagai alat atau sarana untuk beryadnya dalam pelaksanaan suatu upacara. 

             2. Beberapa Istilah Atau Nama Yang Ditemukan Dalam Banten

           a. Porosan
        Merupakan salah satu sarana upakara/banten yang terbuat dari ; plawa diambil dari daun kayu atau daun pohon bunga, daun sirih, pinang dan kapur. Mengenai sarana tersebut, bila dikaji mengandung makna simbolis, seperti :
        - Plawa melambangkan sifat ketenangan
        - Daun sirih melambangkan Hyang Wisnu
        - Buah pinang melambangkan Hyang Brahma
        - Kapur melambangkan Hyang Siwa, dalam mengatur atau metanding, terakhir diikat atau dijepit dengan janur yang berfungsi sebagai tali porosan melambangkan sarana pemersatu.
        Mengenai jenis porosan ada dua , yaitu : Porosan Biasa, dan Porosan Silih asih

          b. Tampelan atau Base Tampelan
        Dibuat dari dua lembar daun sirih, satu lembar berfungsi sebagi alas dan satu lembar lagi diatasnya diisi sedikit pinang dan kapur, kemudian dilipat turun dan naik lalu dijeprit dengan semat. Tampelan ini dipergunakan dalam tetandingan banten Canang sari, Penyeneng, Peras , segehan dan sejenisnya.

          c. Lekesan
        Dibuat dari dua lembr daun sirih, masing-masing diisi kapurdan gambir lalu diikat dengan benang, sedangkan pinang dan tembakaunya dialasi dengan kojong tersendiri diletakan disebelahnya.
          d. Base Tubungan
        Dibuat dari empat lembar daun sirih, dijadikan dua bagian masing-masing diisi pinang dn kapur, kemudian digulung dijadikan satu lalu dimasukan pada sebuah kojong yang juga dibuat selembar sirih. Penggunaannya sebagai pelengkap tatandingan Canang Tubungan.

          e. Base Tulak
        Sarananya sama dengan base tubungan, hanya saja sebelum dimasukan pada sebuah kojong , meletakan sirihnya bolak-balik, sehingga kelihatannya tidak merata.Penggunaan base tulak sebagaipelengkap dalam tetandingan Banten Byakala atau Byakaon.
          f. Tepung Tawar 
        Dibuat dari daun dadap, kunir dan beras basah ditumbuk bersamaan. Penggunaannya pada tatandingan Banten Penyeneng, Pebersihan atau reresik pesucian.

          g. Nasi Segau
        Dibuat dari nasi dicampur dengan abu dapur. penggunaannya sebagai pelengkap dalam tetandingan Banten Penyeneng.

          h. Bija
        Juga disebut Gandaksata berupa biji beras galih atau utuh berbau harum atau wangi, dicuci kemudian direndam dengan air cendana. Bija merupakan simbol dari Dewa Kumara/Dewi Sri. Pemakaiannya dimaksudkan agar memperoleh kebijaksaaan, kemuliaan, kemakmuran serta terhindar dari mala petaka. Penggunaannya pada akhir sembahyang dan juga pada tatandingan banten Pabersihan dan lain sejenisnya.

          i. Burat Wangi
        Dibuat dari akar-akaran berbau wangi, air cendana, beras dan kunir ditumbuk halus.

          j. Lenge Wangi 
        Dibuat dari menyan, malem dicampur dengan minyak kelapa, minyak wangi, kacang putih, kacang komak, digoreng sampai gosong, lalu dihaluskan sehingga berwarna hitam.

          k. Raka-raka
        Terdiri dari berbagai jenis jajan dan buah-buahan.

          l. Rerasmen
        Terdiridari kacang, saur, sambel, garam, terung, mentimun, kecarum, ikan laut, teri, sudng, telur, daging ayam, betutu bebek dan lain sejenisnya.

             3. Beberapa Jenis Canang Banten 
                Canang Banten juga banyak jenisnya seperti :
        - Canang Genten
        - Canang Burat Wangi Lenge Wangi
        - Canang Sari
        - Canang Tubungan
        - Canang Gantal
        - Canang Rebog
        - Canang Pabersihan
        - Canang Pangrawos
        - Canang Oyodan
        - Canang Meraka
        - Canang Yasa
        - Ccanang Agung
        - Canang Paingkup
        - Canang Pasesuluh
        - Canang Brakat






                                                                 Gambar ; Canang Sari