Senin, 07 Februari 2011

Pura Ulun Kulkul Besakih



2.1 Pengertian Pura
            Istilah Pura di Bali dipergunakan sebagai tempat pemujaasn umat Hindu. Diperkirakan pada zaman Dalem berkuasa di Bali. Sebelum dikenal istilah Pura, untuk menunjukan tempat pemujaan Hindu di Bali dikenal dengan istilah Kahyangan atau Hayng. Bahkan pada zman Bali Kuno dipakai istilah “Ulon” yang berarti tempat suci atau tempat yang dipakai untuk berhubungan dengan Tuhan. Hal ini dimuat dalam Prasasti Sukawana Al th 882 M. Demikian juga Prasasti Pura Kehen menyebutkan istilah Hyang. Menurut Lontar Usana Dewa Empu Kuturanlah yang mengajarkan umat Hindu di Bali membuat Kahyangan seperti cara membuat pemujaan Dewa di Jawa Timur Empu Kuturan adalah tokoh Hinduyang berasal dari Jawa datang ke Bali pada waktu pemerintahan Raja Marakata dan Anak Wungsu Putra Raja Udayana.
            Kedatangan Empu Kuturan ke Bali banyak membawa perubahan-perubahan tat keagamaan, Empu Kuturanlah yang mengajarkan membuat Sad Kahyangan Jagat, Kahyangan Catur Loka Pala, Kahyangan Rwabhineda di Bali. Dan beliaulah yang memperbesar Pura Besakih dan mendirkan Pelinggih Meru, Gedong dan lain-lainnya. Beliau pula yang mengajarkan pendirian Kahyangan tiga di setiap Desa Adat di Bali. Selain beliau mengajarkan pembuatan secara spiritual seperti jenis-jenis upacara, jenis-jenis pedagingan yang diuraikan dalam Lontar Dewa Tatwa.
            Sebelum Dinasti Dalem memerintah di Bali Istana Raja disebut dengan Kedaton/Keraton. Setelah zaman Dalem iastana raja disebut “Pura”. Hal ini disebabkan karena menurut Negara Kertagama 73.3 menyebutkan bahwa apa yang berlaku di Majapahit diperlakukan pula di Pulau Bali oleh Dinasti Dalem. Demikianlah Keraton Gelgel di Samprangan disebut Unggrsa Pura Keraton Dalem Gelgel disebut suwaca Pura dan Keraton Dalem di Klungkung disebut Semarapura.
            Setelah Dalem berkeraton di Klungkung atau Semarapura istilah Pura mulai dipakai untuk tempat suci pemujaan. Sedangkan istilah untuk tempat para Raja digunakan istilah Puri. Demikianlah istilah Pura yang sampai sekarang masih digunakan sebagai stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam berbagai bentuk manifestasinya.

2.2 Jenis-Jenis Pura
            Pura merupakan tempat suci umat Hindu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam Prabhawanya (manifestasinya) atau atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur) dengan sarana Yadnya sebagai perwujudan dari Tri Marga oleh karena itu menurut fungsinya pura digolongkan menjadi 2 yaitu :
  1. Pura Jagat yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam segala prabhawanya/manifestasinya.
  2. Pura Kawitan yaitu pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Atma Sidha Deawata/Roh Suci Leluhur.
Berdasarkan karakter dan fungsi masing-masing pura itu maka dapat digolongkan menjadi 4 bagian yaitu :
  1. Pura Kahyang Jagat/Pura Umum
Pura ini merupakan tempat pemujaan Ida Sang Hyan Widhi Wasa/Tuhan dalam segala manifestasinya. Pura ini dapat dipuja oleh seluruh umat Hindu dari berbagai kalangan sehingga Pura ini disebut Pura Kahyangan Jagat. Seperti Pura Agung Besakih, Pura Batur, Pura Lempuyang, Pura Goa Lawah, dll.
  1. Pura Kahyang Desa/teritoriaf
Pura ini mempunyai ciri kesatuan wilayah sebagai tempat pemujaan suatu masyarakat Desa/Banjar dimana pura ini disungsung oleh Desa Adat setempat seperti : Kahyangan tiga (Pura Puseh, desa, Dalem).
  1. Pura Swagina/Fungsional
Pura ini merupakan yang penyiwinya terikat oleh kekaryaannya karena memiliki profesi yang sama dalam sistem mata pencahanan hidup seperti bertani, berdagang, nelayan. Bagi para petani sawah/tanah memiliki tempat pemujaan yang disebut Empelan/Bedugul, pura yang ada hubungannya dengan persawahan adalah Pura Ulun Carik, dan bagi petani yang mengolah tanah kering/tegalan juga memiliki tempat pemujaan yaitu Pura Alas Angker. Bagi para pedagang mempunyai tempat pemujaan yang berada di pasar disebut Pura Melanting sedangkan para nelayan tempat pemujaannya disebut Pura Segara.
  1. Pura Kawitan
Pura ini memiliki karakter yang ditentukan oleh adanya hubungan ikatan keluarga/leluhur berdasarkan garis keturunan. Pura ini juga disebut Pura Paibon atau Pedarman.
Berdasarkan hakekat Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan sifat-sifat Kemahakuasaan beliau yang secara konsepsional filosofis maka berdirilah Pura yaitu Pura Kahyangan Jagat. Pura Kahyangan Jagat ini diterapkan oleh Para Dang Guru seperti Empu Kuturan dan Dang Hyang Niratha. Karena bertitik tolak pada landasan konsepsional filosifis ini maka Pura Kahyangan Jagat dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu :

  1. Kahyangan yang berlandasan  pada konsepsi Rwebhineda
Pada hakekatnya konsepsi Rwebhineda adalah kesatuan dari Purusa dan Pradana. Konsepsi ini melandasi pendirian kahyangan gunung Agung sebagai Purusa dan Gunung Batur sebagai Predana. Mengenai hal ini mitologinya diuraikan dalam usaha Bali, dijelaskan bahwa Bhatara Pasupati di India membongkar Puncak Gunung Mahameru di India lalu dibawa ke Bali dengan kedua tangannya dipegang oleh tangan kiri menjadi Gunung Batur. Di gunung Agung berstana Dewa Mahadewa sedangkan di Pura Batur berstana Dewa Wisnu.

  1. Kahyangan yang berlandasakan Catur Lokapala
Catur Lokapala adalah kongkritisasi dari pada cadu sakti yaitu empat aspek kemahakuasaan tuhan. Konsepsi ini melandasi pendirian Kahyangan Catur Lokapala. Catur Lokapala ini terdiri dari :
    • Di Timur Pura Lempuyang
    • Di Barat Pura Batu Karu
    • Di Utara Pura Puncak Mangu
    • Di Selatan Pura Andakasa
  1. Kahyangan berdasarkan Konsepsi Sadwinayaka
Sadwinayaka adalah landasan pendiri Sad Kahyangan di Bali yang secara konsepsional terkait dengan Sada Krith. Adapun Sad Kahyangan berdasarkan Sadwinayaka adalah :
    • Kahyangan Gunung Agung
    •  Kahyangan Lempuyang Luhur
    • Kahyangan Goa Lawah
    • KAhyangan Ulu Watu
    • Kahyangan Batu Karu
    • Kahyangan Pusering Tasik di Pejeng

2.3 Keberadaan Pura Ulun Kul-kul
            Pura ini dibangun pada zaman Raja Sri Kesari Warmadewa, Isaka 835. pada mulanya pura ini merupakan tempat Kulkul (Kentongan). Karena pada pura ini terdapat Kentongan yang esar yang bahannya berasal dari kayu silingui, sehingga sampai sekarang diyakini sebagai asal mulanya adanya kulkul di Bali. Berdasarkan adanya konsep keyakinan seperti ini, maka setiap desa yang akan membuat Kulkul untuk di pura Kahyangan Tiga atau pura-pura yang dianggap umum oleh masyarakat, pada saat pemelapasan mohon tirta di Ulun Kulkul, adapun maksudnya agar kulkul tersebut mempunyai taksu, yakni ditaati oleh krama desa atau krama pengempon atau pengguna kulkul tersebut. Lebih lanjut pada zaman Raja Sri Kesari Warmadewa berkuasa, Pura Ulun Kulkul diyakini sebagai tempat melahirkan sebuah keadilan. Sehingga para pejabat yang ada pada saat itu dilakukan di pura ini. Secara konsep Catur Loka Pala, Sri Kesari Warmadewa membangun pura ini adalah untuk menstanakan Dewa Mahadewa, sesuai dengan arah mata angin yang terletak disebelah barat.
Pura Ulun Kulkul diempon oleh Krama Banjar Ulun Kulkul. Pembangunan fisik biayanya dibantu oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar.        
Adapun hari-hari piodalan /Aci yang dilaksanakan pada Pura Ulun Kul-kul ini yaitu :
a. Pada hari Saniscara kliwon Kuningan
b. Pada hari Tilem Ketiga, pada hari ini merupakan upacara pangurip gumi.
c. Pada hari Tilem Kawulu merupakan Upacara Aci Sarin yuhan.
d. Aci Pelabuhan ini dilaksanakan tiga hari sebelum Upacara Usaba Dalem Pun, sebelum ngembak Kori Tegal Penangsaran.
e. Usabe Nyemeng, pada Usabe ini upacara dipimpin oleh Sembilan Jero Pemangku.

2.4 Areal Pura Ulun Kulkul
            Pura Ulun Kulkul ini merupakan salah satu pura yang ada diantara komplek Pura Agung Besakih. Pura Ulun Kulkul ini merupakan pura yang terletak diluar area Pura Agung Besakih yaitu ditepi jalan menuju Pura Penataran Agung. Walaupun keberadaan Pura ini diluar area Pura Agung Besakih namun Pura ini memiliki suatu ikatan yang erat hubungannya dengan Pura Agung Besakih, hal itu terbukti dengan apabila dilaksanakannya upacara-upacara besar di Pura Agung Besakih maka Kul-kul yang terdapat di dalam Pura ini akan dibunyikan.
Hal itu menurut para ahli sejarah dan ahli agama berpendapat bahwa Dewa yang berstana di Pura Ulun Kulkul ini merupakan Dewa yang memiliki kedudukan tinggi diantara Dewa yang berkahyangan di Pura Agung Besakih. Nama daripad Pura Ulun Kulkul ini kemungkinan besar diambil dari nama kulkul yang terdapat di dalam pura itu yaitu disalah satu bangunan yaitu di Pelinggih Bale Agung. Dibangunan inilah yang sebuah kulkul besar disimpan. Dewa yang berstana di Pura Ulun Kulkul ini yaitu Dewa Mahadewa. Beliau distanakan dalam bangunan Gedong Simpen /Gedong Sari. Beliau menguasai arah Barat dengan memakai warna kuning.
Jika diperhatikan dengan seksama nama kul-kul itu di Bali sering diartikan sama dengan keamanan,sehingga Pura Kulkul ini dipercaya sebagai tempat untuk melaksanakan musyawarah apabila ada suatu permasalahan yang sulit diupecahkan maka disinilah maka disinilah tempatnya. Hal itulah yang menyebabkan Dewa yang ada di Pura Ulun Kul-kul ini dianggap sebagai dewa Keadilan.



2.5 Struktur dan Fungsi Pura Ulun Kul-kul
2.5.1 Struktur Pura Ulun Kul-kul
Keterang :
  1. Gedong Pesimpenan tempat memuja kebesaran Dewa Mahadewa
  2. Bale Papelik
  3. Genah tirta
  4. Penetegan
  5. Panggungan
  6. Panggungan
  7. Bale pesimpenan
  8. Bale Peringgitan
  9. Bale Kulkul : Pelinggih Pejenengan
  10. Bale Pegat
  11. Bale pasedegan
  12. Bale Pawedaaan
  13. Candi Bentar
  14. Patung Dawarpala/apilawang
  15. Wantilan
  16. Candi Bentar
2.5.2 Fungsi Pura Ulun Kul-kul
Pura Ulun Kul-kul ini terdiri dari dua bagian yaitu halaman muka dan halaman dalam. Pada halam muka terdapat Bale Pewaregan (dapur) dan halaman dalamnya dikelilingi oleh tembok-tembok dengan pintu masuk berupa candi yang menghadap keselatan sedangkan dalam jeroan terdapat :
-          Bale Papelik : bangunan bertiang empat beratap genteng bambu menghadap ke selatan tempat sajen.
-          Bale Papelik : bangunan bertiang empat beratap genteng bambu menghadap ke selatan tempat sajen
-          Gedong Simpen/Gedong Sari : Bangunan segi empat tertutup beratap ijuk bentuknya meruncing ke atas menghadap keselatan dipergunakan untuk sajen dan stana Dewa Mahadewa
-          Bale Pawedan : Bangunan yang bertiang delapan beratap ijuk menghadap ke utara tempat Pendeta duduk waktu memimpin suatu upacara.
-          Bale Kul-kul : Bangunan Tempat Kul-Kul
-       Bale Agung  : Bertiang delapan beratap genteng bambu ditengah-tengahnya tergantung kul-kul yang besar. Dahulu bangunan ini disebut Bale Kawas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar